Sepuluh hari sebelum kelahiran bayinya ,siluman yang sedang mengandung itu merasa was-was karena telah membunuh seekor ular yang masuk rumah.
Ia kemudian pergi ke pohon besar di atas bukit.
Sore itu sangat syahdu; pohon jamblang berikat-ikat dengan angin, dan suara senda gurau kepodang bermain dengan percikan air.
Ia lalu bersimpuh,
merenda jawaban dan penyesalan bergantian,
yang begitu niscaya,
sampai matahari berkesiap di balik awan,
dan angin berhenti berhembus, air bagai ditahan waktu.
Tiba-tiba terdengar suara lantang bergantian,
“Hei, kau beri anakmu suatu nama penolak bala”
lalu kemudian berganti
“Kau beri nama supaya ia lincah berkelit dan meloncat”
lalu berganti
“Kau beri nama supaya ia lafal bicara berkata-kata”
dan akhirnya
“Jangan lupa mengajarinya lagu “Ada Suatu Permainan”;”
Waktupun kembali berjalan
dan ia pulang berjalan pulang dengan lega.
Malam itu anggoro kasih; jengkerik berloncatan; berbagai katak bercanda di paya-paya
Sembilan hari berikutnya,
dengan telaten ia membolak-balik gurindam lama
mereka-reka suatu nama .
Sampai dia tahu, ternyata nama adalah hal yang sangat asing,
tak semudah memungut bunga liar
Sampai di hari ke-sepuluh ketika ketuban terbuka,
nama yang tepat belum ditemukan.
Sang dukun dengan gembira mengabarkan bayi laki-laki;
dan perasaannya tetap berkecamuk tiada henti;
Ketika harapan hampir pupus
angin tiba-tiba berhembus
dan berkata, beri dia nama…
