Seorang mahasiswa sophomore menunggu di suatu balairung universitas S. Ia menunggu partner debat terbuka tentang dunia pendidikan yang dia pikir semakin mengasingkan kaum papa. Setelah menunggu sampai 2 jam tidak ada yang muncul, di sore yang kian gelap itu ia memutuskan untuk pulang dan akan menuliskan dengan cara blogging saja. Toh lebih praktis dan bisa menjangkau banyak orang, pikirnya.
Malam itu, akhirnya uneg-unegnya muncul di blogosphere. Sistematika dan gaya tulisannya sungguh luar biasa. Menggunakan bahasa pilihan kelas tinggi, yang kadang-kadang sulit dimengerti artinya. Belum lagi kutipan kutipan yang dia cuplik dari koleksi bacaannya, yang pasti akan membuat mahasiswa program doktoral merasa malu.
Sayang, sampai berminggu-minggu tidak ada segelintirpun pembaca yang meresponnya. Sampai akhirnya ditelan waktu. Dan Ia mulai sibuk dengan dunia akademis.
Rasa enggan untuk berpikir dalam upaya untuk merangsang otak agar selalu diasah memang sangat susah. Karena akhirnya hanya akan membuat pikiran jadi tidak nyaman dan akhirnya hidup jadi tidak bahagia lagi. Bukankah seiring dengan bertambahnya pengetahuan, biasanya rasa bahagia akan berkurang? Bukankah kurva dalam grafik intelegensia vs kebahagiaan, menunjukkan bahwa seiring dengan naiknya intelegensia maka kebahagiaan akan menurun ?
Kegiatan berpikir malahan akan menambah rasa was-was dan tidak-nyaman. Siapa yang mau mulai berdiskusi tentang efek pemanasan global kalau kita tahu bahwa sebagai konsekwensinya kita harus mengubah kenyamanan gaya hidup kita sekarang ? Siapa yang mau berdiskusi tentang persamaan hak perempuan, kalau akibatnya hanya akan memberi kesempatan kepada mereka untuk merebut jatah kaum laki-laki?
Thomas Gray, penulis klasik dari Inggris, terkenal dengan frasa dalam salah satu puisinya, bahwa ignorance is bliss, ketidak-acuhan itu merupakan suatu kebahagiaan. Inikah kenapa pembicaraan tentang hal-hal yang bersifat ilmiah, apresiasi dan problem-solving tidak pernah ramai? Di lain pihak, yang penuh sensasi, banyak hiburannya dan low-brow selalu mendapatkan reaksi yang bagus?
Manusia memang selalu berhati-hati dalam mempertimbangkan rangsangan dari luar agar kebahagiannya tidak terenggut. Walaupun hakekat kebahagiaan itu sebenarnya adalah suatu hal yang privat. Rasa itu terbentuk dari dalam bukan ditimbulkan oleh orang lain. Perkara suami, istri atau pacar “membuat kita bahagia” sebenarnya adalah sangat relatif. Dan juga bentuk realisasinya, misalnya dalam usaha kita merespon dan mempertimbangkan rangsangan di luar standard kenyamanan kita, a stimuli beyond comfort zone . Ada yang menganggap hal itu sebagai santapan otak dan rohani seperti sikap mahasiswa sophomore itu, ada yang menganggapnya sebagai muasal gara-gara, sesuatu yang tidak penting, bukan urusan saya, dan terlalu pusing untuk dipikirkan.
Writings
The Solemn Solitude
- Ketika Waktu Menunjukkan Pukul Nol Posted on: July 29, 2011
- Engkau Menjadi Semua Hal Yang Kau Benci Posted on: July 21, 2011
- Terali Posted on: July 16, 2011
- Pijar Posted on: July 14, 2011
- In the River of Believe Posted on: July 12, 2011
- Di Tepi Sungai Iman Posted on: July 11, 2011
- Tikus Posted on: June 24, 2011
- Arti Posted on: June 23, 2011
- Musabab Kebodohanmu Posted on: June 22, 2011
- Ladang Yang Terbakar Posted on: May 28, 2011
- Selasih Posted on: May 26, 2011
- Segi Tiga Posted on: May 23, 2011
- Sungai Kedengkian Posted on: May 23, 2011
- Engkau Yang Pergi Posted on: May 3, 2011
- Kita Tunggu Cinta Jatuh di Ujung Dunia Posted on: May 2, 2011
- Sangsi Posted on: April 29, 2011
- La Pluie du Matin Posted on: April 28, 2011
- Tanda Centang Posted on: April 27, 2011
- Bahagia Itu... Posted on: April 25, 2011
- Tugu Posted on: April 22, 2011
- Puan Posted on: April 21, 2011
- Rama Obong Posted on: April 20, 2011
- Lagu Rindu Seorang Petualang Posted on: April 19, 2011
- Di Suatu April Pekan Ketiga Posted on: April 18, 2011
- Di Pantaimu Posted on: April 18, 2011