In the intricacy of human relationship, respect is one of the most important kinds of element. But, that’s a bullshit for some people. Respect contains empathy and a karmic possibility that is coming from the result of share and rasa. And we know, the concept “share” of course, is such a big enemy to fight against greed and lust where their existences are become the prerequisite factor to achieve ego.
Love, meanwhile, most of it, is based on rasa. Rasa is the primal great feelings evoked by something or someone, or anything that enable to give even a sheer of joy and sorrow at the same time. As great as it gets, love encompass the concept “share” at its best. But, that’s also a bullshit for some people, because the concept “share” in love, of course, is such a dangerous territory where love may flourish. It is often superseded by control, fear and prejudice.
(My conversation with Yumi Umiumare, lunch break during En-Trance production, July 2010, front yard of Malthouse Theater, Melbourne)
———————————-
Dalam hal rumitnya hubungan sesama manusia, respect adalah salah satu elemen yang terpenting. Namun demikian, bagi sebagian orang, hal tersebut adalah omong-kosong. Respect mengandung empathy dan karma yang berasal dari hasil berbagi dan rasa. Dan kita tahu, konsep berbagi, tentu saja, adalah musuh besar dalam melawan sifat rakus dan nafsu – dimana eksistensinya diperlukan untuk mencapai tujuan pribadi
Cinta Kasih, di lain hal, sebagian besar berdasarkan rasa. Rasa adalah perasaan kita yang paling purba, yang ditimbulkan oleh benda ataupun manusia, yang mampu memberikan setitik getaran baik suka atau duka pada saat yang sama. Apabila rasa itu semakin hebat, Cinta Kasih akan merangkup konsep berbagi yang paling mulia. Namun, tentu saja, bagi sebagian besar orang, hal itu adalah omong kosong belaka, karena konsep berbagi dalam Cinta Kasih, tentu saja, adalah teritori yang berbahaya dimana Cinta Kasih bisa tumbuh berkembang. Biasanya karena didahului oleh sifat ingin menguasai, ketakutan, dan prasangka.
